Jakarta- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo menyentil posisi komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Saat menjabat sebagai kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP), Agus mengaku banyak menerima keluhan dari sejumlah lembaga internasional termasuk Bank Dunia mengenai komisaris perusahaan konstruksi pelat merah. Hal ini lantaran ada komisaris perusahaan BUMN konstruksi yang dipegang pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera). Komisaris tersebut memiliki konflik kepentingan (conflict of interest) saat perusahaannya mengikuti lelang di Kempupera.
"Waktu di LKPP, saya dapat keluhan dari banyak lembaga internasional terutama Bank Dunia, kita angkat komisaris konstruksi BUMN, kemudian ikut lelang di Kementerian Pekerjaan Umum, itu secara jelas menyalahi prinsip rasionalitas maupun logika conflict of interest. Saya mohon perhatiannya," kata Agus saat membuka International Business Integrity Conference (IBIC) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (16/11).
Agus menyatakan, dalam Undang-undang Pelayanan Publik dengan jelas disebutkan, pegawai negeri sipil dilarang merangkap jabatan. Apalagi merangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan BUMN. Untuk itu, Agus meminta pemerintah segera menuntas reformasi birokrasi. "Kalau perhatikan UU Pelayanan Publik, sebetulnya seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak boleh merangkap jadi komisioner perusahaan. Mudah-mudahan jadi perhatian kita. Artinya kita selesaikan reformasi birokrasi kita," katanya.
Agus menyatakan, KPK berharap perusahaan-perusahaan BUMN menjadi role model bagi perusahaan lain dalam mencipatkan good coorporate governance. Namun, hingga saat ini harapan KPK tersebut belum terwujud. "Saya ingin garis bawahi satu hal, KPK sangat berharap BUMN jadi role model kalau kita bicara good coorporate governance. Oleh karena itu kita harapkan teman-teman (Kementerian) BUMN bisa bina untuk ini. Role model yang kita inginkan belum terjadi," katanya.
Agus menyatakan, salah satu penyebab perusahaan BUMN belum mampu menjadi role model lantaran sistem penempatan komisaris. Pemerintah tidak seharusnya menempatkan orang di komisaris jika ingin mengendalikan BUMN. Dikatakan, untuk mengendalikan perusahaan BUMN seharusnya pemerintah memperkuat pengawasan internal.
"Satu saja kita ingin garis bawahi, kalau pemerintah ingin kendalikan BUMN mungkin bisa di pengawasan internalnya, harus bertanggungjawab pada siapa saya tidak tahu, tapi bukan dengan menaruh komisaris," tegasnya.
No comments:
Post a Comment