Wednesday, October 18, 2017

BUMN 1

Kegiatan Niaga & Transportasi Gas
Pada kegiatan niaga gas, Pertagas menanggung kehilangan pendapatan senilai US$16,57 juta dan timbulnya piutang macet senilai US$11,86 juta
akibat penyusunan nominasi, skema niaga, dan operasi pemanfaatan gas Pondok Tengah yang tidak mempertimbangkan kondisi operasi, serta pengalihan alokasi gas untuk kebutuhan Compressed Natural Gas (CNG) kepada PT Mutiara Energy (PT ME). Hal ini mengakibatkan PT Pertagas menanggung kerugian dari impairment piutang senilai US$16,57 juta dari gas stok hasil penjualan kepada PT ME dan indikator pencapaian kinerja niaga dan transportasi gas tahun 2013-2015 tidak mencerminkan kondisi yang objektif. Hal tersebut terjadi karena Pejabat fungsi Business Development tidak tepat dalam menentukan nominasi dan kontrak penjualan gas pada metering bersama secara alokasi range pertingkat, dan mengalihkan nominasi konsumen lain kepada PT ME tanpa mempertimbangkan penyelesaian yang efektif peningkatan stok PT ME, serta Direksi PT Pertagas belum menyusun Prosedur/ TKO (Tata Kerja Organisasi) perhitungan dan penetapan maksimum shipper stock.

Pada kegiatan transportasi gas, terdapat proyek pipanisasi BelawanKIM-KEK (Kawasan Industri Medan–Kawasan Ekonomi Khusus) senilai US$59,58 juta dan Rp3,00 miliar berpotensi membebani keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Proyek tersebut belum selesai karena dua hal. Pertama, terdapat item pekerjaan–commisioning– yang tidak bisa dilaksanakan karena sampai saat ini belum ada konsumen yang bisa menerima gas dan dalam hal ini bukan menjadi tanggung jawab rekanan. Kedua, belum selesainya proses amendemen kontrak terkait dengan pekerjaan tambah kurang, sehingga belum bisa dilakukan kalkulasi akhir terkait penyelesaian pekerjaan. Belum adanya konsumen yang bisa menerima gas menunjukkan adanya deviasi antara realisasi dengan perencanaan sebagaimana tertuang dalam feasibility study. Hal ini mengakibatkan proyek pembangunan pipanisasi BelawanKIM-KEK berpotensi membebani keuangan perusahaan. Hal ini terjadi karena Fungsi Business Development dan Fungsi Rencana dan Portofolio menyusun usulan feasibility study dan kajian keekonomian tidak sesuai dengan kondisi di lapangan

Hasil pemeriksaan BPK atas kegiatan niaga dan transportasi gas pada PT Pertagas, anak perusahaan, dan instansi terkait lainnya mengungkapkan 11 temuan yang memuat 17 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 13 permasalahan ketidakefektifan senilai Rp1,28 triliun, 2 permasalahan potensi kerugian senilai Rp161,93 miliar, dan 2 permasalahan kekurangan penerimaan senilai Rp14,17 miliar.

Pemasaran Luar Negeri & Pemeliharaan Pesawat
Kinerja penerbangan internasional belum sesuai dengan target yang diharapkan. 1) Terdapat 28 rute penerbangan internasional yang dilayani belum memberikan keuntungan bagi perusahaan, di antaranya kerugian terbesar selama tahun 2016 yang dialami rute penerbangan CGK-SIN-LHR-CGK, 2) Performance rute destinasi China belum optimal, dan 3) Evaluasi rute tidak sesuai dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP), tidak ada standarnya, serta hasil evaluasi tidak memberikan dampak perubahan kinerja. Akibatnya, penerbangan rute CGK-SIN-LHR-CGK memberikan kontribusi kerugian bagi perusahaan terbesar dibanding rute-rute yang lain sejak dibuka (Maret 2016) - Juli 2016 senilai US$16,43 juta, performance Area Internasional 3 yang meliputi region China dan Taiwan kurang optimal dan evaluasi rute yang dibuat unit Strategy and Business Development belum memberikan perbaikan yang signifikan bagi perusahaan. Hal ini terjadi karena proses perencanaan dan evaluasi rute masih memiliki kelemahan dan slot yang dimiliki PT GI pada rute penerbangan internasional bukan merupakan slot terbaik, sehingga ada keterbatasan inherent untuk mencapai kinerja optimal.

Efisiensi & Efektivitas Produksi Alat Transportasi
Pelaksanaan Kontrak Jual Beli Helikopter pada PT DI dengan No. TRAK/1397/RM/XI/2011/AU dan TRAK/1548/PDN/XII/2011/AU dengan Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia senilai Rp178,08 miliar dan Rp170,12 miliar mengalami hambatan produksi karena beberapa komponen mengalami obsolescence (sudah tidak diproduksi lagi). Beberapa komponen helikopter yang sudah kedaluwarsa dan mengalami obsolescence tersebut adalah NSP 21 dan NSP 22. Akibatnya, PT DI mengalami rugi usaha senilai US$3,26 juta yang terdiri atas proyek NSP 21 senilai US$785,39 ribu dan C1e senilai US$2,48 juta; terbebani biaya refinance dan short term preservation atas proyek C1e senilai US$762,06 ribu; berpotensi terkena denda senilai US$1,33 juta; harus memenuhi kewajiban 30 suku cadang NSP 21 senilai US$252,00 ribu; serta belum dapat menerima penggantian atas biaya helikopter NSP 22 yang sekarang menjadi C1+ dan telah mengeluarkan biaya senilai US$11,97 juta yang dapat mengganggu arus kas. Hal ini terjadi karena Direktorat Niaga dan Restrukturisasi kurang melakukan koordinasi dengan direktorat terkait perencanaan pengadaan komponen NSP 21 dan NSP 22, serta Direktorat Produksi tidak melakukan identifikasi terhadap material-material obsolescence

Pengelolaan KPR Sejahtera & Subsidi Selisih Angsuran/ Subsidi Selisih Bunga
Pemberian Fasilitas Kredit Yasa Griya (KYG) sebesar Rp3,00 miliar dan Kredit Pemilikan Lahan (KPL) sebesar Rp2,00 miliar kepada PT RJ tidak memenuhi prinsip kehati-hatian serta penyaluran KPR tidak sesuai dengan ketentuan dan pembangunan unit rumah kepada 34 debitur termasuk 31 debitur KPR Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan SSA/ SSB Perumahan Gerbang Mahkota/ Taas Korpri di Manado senilai Rp2,38 miliar terbengkalai sejak tahun 2012. Berdasarkan pemeriksaan atas legalitas pembangunan Perumahan Gerbang Makota/ Taas Korpri diketahui bahwa Izin Lokasi/ Izin Penunjukan Penggunaan Tanah belum pernah diterbitkan oleh Dinas Tata Kota, site plan atas lokasi perumahan masih berupa blok plan yang belum disahkan oleh instansi terkait, serta belum terdapat IMB induk untuk pembangunan. Hal tersebut mengakibatkan Bank BTN berindikasi mengalami kerugian sebesar Rp7,60 miliar dan penyaluran KPR Sejahtera FLPP dan SSA/ SSB kepada 31 debitur Perumahan Gerbang Mahkota/ Taas Korpri tidak menunjang tercapainya tujuan kredit program sebab rumah tidak dapat dihuni. Hal itu terjadi karena Kepala Bank BTN KC Manado memberikan fasilitas KYG dan KPL kepada PT RJ serta menyalurkan KPR atas properti perumahan PT RJ meskipun tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan SOP Mortage and Equity Loan dan persetujuan pemberian KPR; DBM Commercial Loan dan analis Bank BTN KC Manado dalam menyusun prestasi proyek untuk pencairan KYG PT RJ tidak sesuai dengan prestasi kerja yang sebenarnya; dan Mortgage Consumer Loan Service Head Bank BTN KC Manado dalam menyetujui KPR atas 34 debitur tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Sebanyak 5.108 unit KPR Sejahtera FLPP dan SSA/ SSB belum dimanfaatkan oleh debitur. Dari 5.108 unit rumah tersebut, sebanyak 538 unit merupakan hasil cek fisik oleh tim dan 4.570 unit berasal dari laporan Bank BTN. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR), debitur wajib memanfaatkan rumah sejahtera secara terus-menerus dalam waktu satu tahun. Akibatnya, pencapaian tujuan program pemerintah dalam memberikan bantuan penyediaan rumah kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) kurang efektif dengan masih adanya rumah yang tidak dihuni, dialihkan, dan proses dialihkan serta debitur/ nasabah berpotensi tidak membayar tunggakan karena kewajiban sudah dialihkan kepada pihak lain. Hal ini dikarenakan Bank BTN Kantor Cabang belum melaksanakan ketentuan terkait dengan pemanfaatan rumah KPR Sejahtera FLPP dan SSA/ SSB secara optimal dan Bank BTN tidak melaksanakan ketentuan pasal 62 huruf d Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2016.

Bank BTN belum proaktif mengajukan potensi klaim asuransi kredit macet senilai Rp366,01 miliar dan belum sepenuhnya melaporkan monitoring hasil realisasi klaim asuransi kredit macet yang telah terbayar. Selain itu, Divisi Consumer Collection and Remedial Division (CCRD) dan kantor cabang belum optimal dalam memproses pengajuan klaim asuransi KPR Sejahtera FLPP. Dari nilai outstanding NPL (Non Performing Loan) senilai Rp1,04 triliun yang berpotensi dapat diajukan klaim asuransi kredit senilai Rp388,77 miliar atau 37,08%. Dari nilai tersebut yang telah ditagih dan dibayar klaimnya oleh PT Askrindo/ Perum Jamkrindo hanya senilai Rp22,75 miliar atau 5,85%, sehingga potensi nilai klaim asuransi kredit macet yang belum diterima Bank BTN senilai Rp366,01 miliar. Permasalahan lain yang ditemukan adalah kantor cabang tidak melaporkan monitoring hasil realisasi klaim asuransi debitur macet yang diproses oleh kantor cabang kepada Divisi CCRD dan Divisi CCRD belum mengajukan penghapusbukuan kepada Divisi Asset Management Division (AMD) atas 120 debitur macet yang telah dibayarkan klaim asuransinya. Hal itu berakibat, Bank BTN belum mendapatkan kembali dana yang telah disalurkan pada program KPR Sejahtera FLPP dan SSA/ SSB atas klaim asuransi kredit macet senilai Rp366,01 miliar dan penyajian nilai outstanding debitur macet yang klaim asuransinya telah diterima yang tidak dihapus buku tidak menunjukkan nilai sebenarnya dan masih memperhitungkan bunga dan denda. Hal itu disebabkan Bank BTN belum memiliki SOP dan job description atas pelaksanaan dan tanggung jawab kegiatan klaim asuransi dan Kepala Divisi CCRD, Kepala Divisi Sharia Division (SHAD), Kepala Kantor Cabang dan Kantor Cabang Syariah belum melakukan monitoring secara berkala atas pengajuan klaim asuransi atas debitur macet, dan belum mengajukan penghapusbukuan terhadap debitur NPL yang sudah dibayarkan klaim asuransinya.

Sistem Pengendalian Intern
• Penyaluran operasi pasar (OP) cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 194.528.400 kg atau senilai Rp1,43 triliun dilakukan oleh mitra OP yang tidak terdaftar/ ditunjuk oleh pemda setempat. • Beras turun mutu sebanyak 2.496.113 kg senilai Rp20,35 miliar belum diperbaiki, sehingga berpotensi menambah kesusutan beras. Selain itu, terdapat beras tidak sesuai dengan standar dan fumigasi tidak efektif berpotensi menurunkan mutu beras senilai Rp17,83 miliar. Perum Bulog

Pelaksanaan fumigasi pada PT KAI dilakukan tidak sesuai dengan SOP dan kontrak kerja sama yaitu empat kali dalam setahun, sehingga aspek sanitasi dan kebersihan sarana kereta api kurang memadai. Selain itu, pendapatan dan biaya ekspedisi barang dan pendapatan sewa kereta makan belum diperhitungkan dalam penyusunan biaya operasi pokok. PT KAI (Persero

Sisa stok NPK formula 20-10-10 bersubsidi senilai 4.329,95 ton di Gudang Terboyo tidak tersalurkan sejak Maret 2014 mengakibatkan pemborosan biaya sewa gudang dan berisiko mengalami penurunan mutu. PT Pupuk Kalimant

• Kegiatan jasa konsultasi penyusunan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) tidak memenuhi asas/ unsur urgency karena penyusunan RDKK dan kompilasinya dan penentuan alokasi pupuk bersubsidi bukan merupakan wewenang PT PK, sehingga saran dan rekomendasi jasa konsultan tersebut tidak digunakan. PT Pupuk

Terdapat pengeluaran biaya untuk kegiatan pengambilan sampel dan pemeriksaan kualitas yang dilakukan/ dirangkap oleh satu orang, sehingga membebani harga pembelian beras (HPB) untuk beras bagi masyarakat berpendapatan rendah (Rastra) tahun 2016 senilai Rp841,72 juta. Perum Bulog

Perhitungan HPP pupuk bersubsidi cenderung tidak wajar dan pengeluaran dana untuk kegiatan pemasaran dan promosi perusahaan tidak dapat diyakini kebenarannya.
Harga beli pupuk petroganik belum disesuaikan dengan harga pokok penjualan (HPP) audited PT Petrokimia Gresik, sehingga PT Pupuk Kaltim berpotensi lebih bayar senilai Rp2,78 miliar. 2.788,87 PT Pupuk Kalimantan Timur
PT PIM harus menanggung biaya inefisiensi pemakaian gas minimal senilai Rp46,56 miliar yang diperhitungkan dalam HPP pupuk urea bersubsidi dikarenakan terganggunya pasokan gas bumi dari PT Pertamina Hulu Energi (PHE). 46.561,92 PT Pupuk Iskandar Muda
● Kontrak perjanjian jual beli PT PIM dengan PT PHE tidak mengatur perikatan atas gangguan pasokan gas, sehingga PT PIM tidak bisa menagih kompensasi atas terjadinya gangguan pasokan gas.
Direksi PT PIM agar berkoordinasi dengan PT PHE untuk membahas perubahan kontrak kerja sama terkait dengan pembiayaan shutdown.

Kekurangan penerimaan PT Pupuk Iskanda Muda (PIM) dari pendapatan bagi hasil penerimaan jasa tambat senilai Rp236,84 juta. 236,84 PT Pupuk Iskandar Muda
Pendapatan bagi hasil penerimaan jasa tambat yang belum diperoleh dari PT Pelindo I belum dicatat sebagai piutang oleh PT Pupuk Iskanda Muda. PT Pupuk Iskandar Muda • Sistem enterprise resource planning systems application and product (ERP SAP) belum dapat mengakomodir penginputan tarif angkutan pupuk bersubsidi dengan moda kereta secara otomatis karena adanya rute yang sama menggunakan moda transportasi truk. PT Pupuk Sriwidjaja Palembang

PT Pupuk Kaltim belum melakukan perhitungan ulang harga jual beli petroganik dan belum mengajukan klaim atas kelebihan pembayaran yang telah dilakukan.


Operasional BUMN
Sistem Pengendalian Intern
• Terdapat 1.176 peserta yang telah meninggal dunia tetapi belum dibayarkan hak klaim Jaminan Kematian (JKM) senilai Rp38,90 miliar, walaupun premi sudah dibayarkan oleh pemberi kerja. • PT Taspen belum menghitung dan membayarkan klaim asuransi kematian kepada ahli waris dari peserta yang sudah mengajukan klaim uang duka wafat tahun 2016 minimal senilai Rp1,22 miliar. PT Taspen (Persero)
Peserta belum mendapatkan dan tidak dapat segera memanfaatkan dana klaim JKM senilai Rp38,90 miliar serta ahli waris tidak menerima hak asuransi kematian istri/suami/orangtua yang menjadi haknya minimal sebesar Rp1,22 miliar
● Memerintahkan Kepala Bidang/ Seksi Layanan dan Manfaat pada kantor cabang PT Taspen untuk proaktif melakukan monitoring premipremi yang sudah dibayar untuk segera memproses klaim JKM dan membayarkannya senilai Rp38,90 miliar.

Pemberian bantuan motivasi kepada karyawan PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) minimal senilai Rp20,27 miliar belum diatur dalam perjanjian kerja sama dan belum mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham. PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero)
● Pemberian bantuan motivasi senilai Rp20,27 miliar yang belum terdapat dalam perjanjian kerja sama dan belum mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) membebani keuangan perusahaan dan tidak mempunyai dasar hukum sebagai pengeluaran perusahaan.
● Kekurangan pencatatan atas beban penyisihan piutang premi minimal sebesar Rp22,61 miliar dan piutang reasuransi minimal senilai Rp18,63 miliar.

No comments:

Post a Comment