Thursday, June 9, 2016

Pola Penyimpangan dalam tender di LPSE

Pada umumnya pelaksanaan  pengadaan barang  dan jasa  dapat dikelompokan Berdasarkan tahap kegiatannya. Tahap kegiatan pengadaan barang danjasa dapat der dikelompokkan dalam 4 (empat) tahap: 
1.Tahap persiapan.
2.Tahap  Proses  pengadaan.
3.Tahap penyusunan kontrak.
4.Tahap pelaksanaan kontrak.
Sedangkan pola penyimpangan yang terjadi  pada masing-masing tahap pengadaan barang  dan jasa, dapat diidentifikasi sebagai berikut:


1. Pola penyimpangan yang terjadi pada  tahap persiapan,

Adalah:penggelembungan  (mark up) biaya  pada rencana  pengadaan, terutama dari segi  biaya. Gejala ini  dapat terdeteksi dari unit-price yang tidak realistis  dan pembengkakan jumlah APBN/APBD. Rencana  pengadaan diarahkan untuk kepentingan   produk   atau   penyedia barang dan jasa  tertentu. Spesifikasi teknis dan kriterianya mengarah  pada  suatu produk dan penyedia barang  dan jasa  tertentu (yang  tidak mungkin  dilakukan oleh  penyedia barang  dan jasa yang lain).
b.Perencanaan yang tidak realistis, terutama dari sudut waktu pelaksanaan.Waktu pelaksanaan ditentukan  menjadi  sangat  singkat  sehingga  perusahaan tertentu yang mampu  melaksanakan  perkerjaan tersebut,  karena  mereka telah mempersiapkan  diri lebih  awal.  Hal  tersebut  dapat terjadi  dengan  cara  menyuap  panitia  agar  informasi tender dan pekerjaan dapat mereka peroleh  lebih awal dari pada peserta lain.
c.Panitia bekerja secara tertutup, tidak jujur, dan Nampak dikendalikan oleh pihak tertentu.
d. Gambaran Harga Perkiraan Sendiri (HPS) ditutup-tutupi padahal seharusnya tidak bersifat rahasia.
e. Harga dasar tidak standar.
 f.Spesifikasi teknis mengarah pada produk tertentu.
g.Dokumen lelang tidak standar.
h.Dokumen lelang yang tidak  lengkap.

2. Pola penyimpangan yang terjadi pada tahap proses, adalah :

(a)  jangka waktu pengumuman singkat. 
(b) pengumuman  tidak lengkap dan  membingungkan (ambigious)
(c) penyebaran  dokumen tender  yang cacat
(d) pembatasan  informasi  oleh panitia  agar  hanya kelompok tertentu  saja yang memperoleh  informasi lengkap
(e) aanwijzing dirubah  menjadi tanya  jawab
(f)  upaya  menghalangi  pemasukan dokumen  penawaran  oleh oknum  tertentu agar  peserta  tertentu  terlambat  menyampaikan   dokumen  penawarannya
(g)  penggantian dokumen dilakukan  dengan cara  menyisipkan  revisi dokumen  di dalam  dokumen  awal
(h) panitia  bekerja secara  tertutup,
(I)  pengumuman pemenang  tender  hanya kepada  kelompok tertentu,  
(J)   tidak   seluruh   sanggahan   ditanggapi
(K)   surat   penetapan   sengaja   ditunda pengeluarannya, tujuannya agar mendapatkan  uang pelicin.

3. Pola penyimpangan yang  terjadi pada tahap penyusunan

adalah penandatanganan  kontrak yang tidak  dilengkapi dengan dokumen pendukung atau   dokumen   fiktif   dan   penandatangan   kontrak   yang   ditunda-tunda,   karena   jaminan pelaksanaan yang belum ada.

4. Pola penyimpangan yang terjadi pada tahap pelaksanaan kontrak

Adalah barang  yang diserahkan  tidak sesuai  dengan spesifikasi yang   ditentukan   dalam   kontrak   dan  penandatangan   berita   acara   serah   terima   padahal pekerjaan belum selesai, biasanya  hal ini dilakukan pada akhir tahun anggaran.
Bertolak dari pola penyimpangan di atas, maka dapat diindentifikasi pola
korupsi dalam pengadaan  barang dan jasa  adalah
(a) penyalahgunaan  wewenang,
(b)suap yang dilakukan oleh  penyedia barang  dan jasa
(c) kolusi,  baik yang dilakukan  antar pejabat, atau antara pejabat dengan penyedia barang  dan jasa, atau antar penyedia barang dan jasa.

Selain  pola penyimpangan  di atas  Antasari  Azhar mengidentifikasi  beberapa 

modus operandi korupsi pengadaan barang dan jasa,  yaitu :

1.Pengusaha menggunakan pengaruh           pejabat pusat untuk “membujuk” kepala daerah/pejabat daerah mengintervensi  proses  pengadaan  dalam  rangka  memenangkan  pengusaha/rekanan tertentu dan meninggikan harga atau nilai kontrak dan pengusaha/rekanan dimaksud  memberikan sejumlah  uang kepada pejabat  pusat maupun daerah;

2. Pengusaha mempengaruhi kepala daerah/pejabat daerah  untuk mengintervensi proses pengadaan agar  rekanan tertentu dimenangkan  dalam tender atau  ditunjuk langsung  dan harga barang/jasa dinaikkan (mark-up), kemudian selisihnya dibagibagikan;

3.Panitia  pengadaan  membuat spesifikasi barang  yang mengarah ke  merek atau produk tertentu  dalam  rangka  memenangkan  rekanan  tertentu  dan melakukan  mark-up  harga atau nilai kontrak;

4. Kepala daerah/pejabat daerah memerintahkan bawahannya untuk mencairkan dan menggunakan dana/anggaran yang tidak sesuai   dengan   peruntukannya   kemudian  mempertanggungjawabkan   pengeluaran-pengeluaran   dimaksud   dengan   menggunakan  bukti-bukti yang tidak  benar atau fiktif;

5.Kepala daerah/pejabat daerah memerintahkan bawahannya menggunakan dana/uang daerah  untuk kepentingan pribadi  koleganya,  atau  untuk  kepentingan  pribadi  kepala daerah/peiabat    daerah    yang    bersangkutan    atau    kelompok    tertentu,    kemudian mempertanggungjawabkan   pengeluaran-pengeluaran   dimaksud   dengan   menggunakan bukti-bukti fiktif;

6. Para kepala daerah meminta uang jasa (dibayar di muka) kepada pemenang tender sebelum melaksanakan proyek;

7. Kepala daerah menerima sejumlah uang dari rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan;

Marwan Effendy,SH menyatakan bahwa modus dan indikasi terjadinya penyimpangan dalam penggunaan anggaran  di sektor  pengadaan barang/jasa  yang mengarah kepada TIPIKOR. Antara lain :
1.Pembentukan Panitia Lelang;
2.Prakualifikasi Perusahaan;
3.Mekanisme Penunjukan langsung;
 4.Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS);
5.Indikasi Mark-Up dan Kecurangan dalam Proses Tender;
6.Turut Serta Dalam Pemborongan

Lebih lanjut Marwan menyatakan bahwa Perbuatan yang  berindikasi korupsi tersebut  baru  dapat diketahui  setelah  dilakukan  penyerahan barang  atau  pekerjaan karena diketemukan:

a. Barang  yang diterima dari  penyedia barang/jasa, kualitasnya  rendah, sehingga barang  cepat rusak  dan perbaikannya memiliki  kendala karena  ketiadaan suku cadang  maupun  tenaga teknis;

b.Pekerjaan pembangunan gedung  kantor tidak sesuai dengan rencana anggaran  bangunan atau bestek yang telah diperjanjikan didalam perjanjian  pemborongan

Modus korupsi dalam pengadaan Barang/jasa secara elektronik Persekongkolan Dalam Tender Tender yang berpotensi menciptakan  persaingan usaha tidak sehat  atau menghambat persaingan  usaha  adalah Tender  dengan  persyaratan  dan spesifikasi  teknis  atau  merek yang  mengarah  kepada pelaku  usaha tertentu  sehingga menghambat   pelaku  usaha  lain untuk ikut.

Indikasi  persekongkolan  ini Nampak pada  saat prakualifikasi perusahaan  atau pra lelang, antara lain meliputi  :

a. Persyaratan untuk mengikuti prakualififasi membatasi dan/atau mengarah kepada pelaku usaha tertentu.

b.Adanya kesepakatan dengan pelaku usaha tertentu mengenai spesifikasi, merek, jumlah, tempat,  dan/atau waktu  penyerahan barang  dan jasa yang  akan ditender  atau dilelangkan.

c.Adanya kesepakatan mengenai cara, tempat, dan/atau waktu pengumuman  tender/lelang.

Indikasi persekongkolan pada saat pembuatan persyaratan untuk mengikuti tender/lelang  maupun pada saat  penyusunan dokumen  tender/lelang, antara  lain meliputi adanya  persyaratan  tender/lelang  yang  mengarah  kepada  pelaku  usaha  tertentu  terkait dengan sertifikasi barang, mutu,  kapasitas dan waktu penyerahan yang harus dipenuhi Apabila  diperhatikan  berbagai pengumuman   lelang  elektronik  saat  ini nampak bahwa banyak sekali persyaratan  yang sangat diskriminatif. 

Misalnya peserta lelang harus memenuhi sebuah  persyaratan yang  dikeluarkan oleh  instansi di daerah tersebut, Hal  ini tentu saja mengakibatkan peserta  dari daerah lain tidak bisa mengikuti pelelangan. Modus yang dipakai  adalah  membuat persyaratan  sebanyak-banyaknya  sehingga  peserta lelang tidak sempat  lagi memenuhi  dalam waktu  yang singkat.  Dalam lelang  elektronik, waktu pengumuman hanya 4 (empat)  hari. Biasanya  sebelum pengumuman  lelang, pihak  yang akan   dijadikan   sebagai   pemenang   sudah   diinformasikan   terlebih    dahulu   tentang persyaratan  yang harus  dipenuhi bahkan  persyaratan lelang  biasanya dipesan  oleh calon pemenang yang sudah ditunjuk  oleh mereka yang berkepentingan.

Spesifikasi mengarah kepada merek tertentu

Spesifikasi yang  dibuat adalah  pesanan pihak  tertentu yang  dibuat sangat  detail. Misalnya  pupuk NPK  harus  memiliki kandungan  tertentu  yang  sulit didapat  di  daerah tersebut. Biasanya pihak yang  akan dimenangkan sudah menyiapkan jenis pupuk tersebut. Dalam  sebuah  pengumuman  lelang  bahkan dipersyaratkan   bahwa  peserta  lelang  harus mempunyai   gudang   penyimpanan   pupuk,   seolah-olah    bahwa    jika   peserta    tidak mempunyai  gudang  maka tidak  akan  mampu  melaksanakan  tugasnya, padahal  mereka terikat dengan kontrak dan pakta integritas  yang harus ditaati.


Tender arisan

Dalam setiap daerah  terdapat apa yang dinamakan  asosiasi. Ada yang  menyebut namanya  sebagai  Kadin,  Ardin, Ardin Indonesia.  Asosiasi-asosiasi inilah  yang  banyak berperan mengatur pemenang    lelang.    Mereka  ini yang selalu  berusaha    untuk mengamankan berbagai proyek.  Mereka biasanya meminta asosiasi dari  daerah lain untuk tidak mengikuti tender  di daerahnya sebaliknya  mereka tidak akan mengganggu tender di daerah lain.  Asosiasi ini  biasanya berbagi peran  siapa yang  bagian kontruksi, pengadaan barang dan  jasa konsultansi.  Tidak  mengherankan pemenang  tender dalam  suatu daerah selalu sama setiap  tahun walaupun dilakukan secara elektronik.   Mereka biasanya berbagi jatah  pada   setiap   paket   yang   diikuti.   Pada  umumnya   seorang   kontraktor   biasanya memiliki  lebih  dari  1  (satu)  perusahaan  dengan  direktur  adalah  staf  dari  perusahaan tersebut.  Perusahaan-perusahaan  itu yang  akan  menang secara  bergiliran  dalam sebuah instansi.   Trend   ini   akan   nampak   jika   kita   perhatikan   perusahaan-perusahaan   yang mendaftar  lelang  saat  ini.  Walaupun  perusahaan  yang  mendaftar  lebih  dari  50  (lima puluh)  namun  yang  memasukan  penawaran  hanya  sekitar  3  (tiga)  perusahaan  untuk memenuhi standar jumlah perusahaan  yang menawar agar tidak terjadi lelang gagal. Para   peserta   tender   biasanya   melakukan   kesepakatan   diluar   proses   tender sehingga  membuat  proses  tender  seolah-olah  bersih.  Ini  sangat  sulit  terdeteksi  dalam melakukan audit karena  terjadi di luar sistem.  Mereka sering mengadakan  kesepakatan di luar.   Proses   kesepakatan   antara   peserta   lelang   sulit   terdeteksi   karena   harga   yang ditawarkan  oleh pemenang  tender ternyata  memiliki  harga yang  wajar dan  bahkan  bisa menawarkan  harga relatif  paling  murah.  Secara administrasi,   semua  proses pelelangan sudah memenuhi peraturan. Inilah yang  sering disebut dengan tender arisan.

No comments:

Post a Comment