Wednesday, August 8, 2018

Tabung Gas LPG

Kebijakan Energi Indonesia dimulai dengan ditetapkannya Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, kebijakan tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Terdapat dua sasaran yang ingin dicapai melalui Kebijakan Energi Nasional yaitu:
tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari1 (satu) pada tahun 2025 danterwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025.

Tahun 2007 ditetapkan Undang-undang Energi No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, perwujudan Kebijakan Energi Nasional dalam Undang-undang tersebut meliputi ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional, prioritas pengembangan energi, pemanfaatan sumber daya energi nasional dan cadangan penyangga energi nasional.
Salah satu sasaran energi primer yang optimal adalah dengan meningkatkan peranan energi gas bumi terhadap konsumsi energi nasional menjadi lebih dari 30% pada tahun 2025.

Energi Primer Target Tahun 2025
 Minyak Bumi < 20%
Gas Bumi > 30%
Batu Bara > 33%
Biofuel > 5%
Panas Bumi > 5%
 Energi Baru dan Energi Terbarukan
 lainnya > 5%
 Liquified Coal > 2%

Cadangan gas bumi Indonesia rata-rata tahun 2006-2010 sebesar 166,54 TSCF dengan produksi gas bumi rata-rata per tahun sebesar 3,02 TSCF. Data tersebut menunjukkan gas bumi Indonesia memiliki Reserve to Production Ratio sebesar 55,48 tahun.

Tahun20062007200820092010
Domestik
Pupuk6,47,167,46,6
Kilang0,50,9110,8
Petro Kimia1,91,81,81,81
Kondensasi0,50,40,10,20,2
LPG1,11,30,50,60,6
PGN8,389,998,4
PLN5,76,57,77,67,9
Krakatau Steel010,80,80,6
Industri Lain3,81,71,71,81,7
Pemakaian Sendiri310,110,310,811,2
Susut &Flare3,83,53,95,65,4
Peningkatan Produksi33,544,13,9
Jumlah Domestik45,945,647,850,548,3
Eksport
LNG48,646,34439,941,9
LPG00000
Gas Pipa5,58,18,19,69,8
Jumlah Eksport54,154,452,249,551,7

Pemanfaatan gas bumi dalam negeri lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah yang diekspor. Sebagian besar pemanfaatan gas bumi dalam negeri untuk bahan baku pabrik pupuk dan industri petrokimia serta sumber energi untuk pembangkit listrik dan industri lain, sedangkan sebagian kecil masih digunakan untuk peningkatan produksi minyak bumi. 
Selain pemanfaatan gas untuk skala besar, kebijakan energi nasional juga mengarah ke sektor industri kecil, mikro, dan rumah tangga. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengalihan BBM ke energi gas diantaranya dengan melakukan konversi Minyak Tanah ke Liquified Petroleum Gas (LPG). 

Untuk melaksanakan program konversi LPG 3 kg, Pemerintah memberikan penugasan kepada Pertamina selaku penyedia, dan distributor LPG 3 kg dari Tahun 2007 s.d. sekarang.
Untuk menjalankan program tersebut, Pertamina membentuk suatu Koordinator Pelaksana Bidang Konversi (Project Coordinator) untuk merencanakan dan mengusulkan pelaksanaan konversi LPG tiap tahunnya dan dilaksanakan oleh Fungsi LPG dan Gas Product. Fungsi L PGdan Gas Product adalah pelaksana pengadaan paket perdana konversi (tabung 3 kg, kompor, selang, dan regulator), dan pelaksanaan pendataan serta distribusi paket. Kontrak pengadaan sarana paket perdana dilaksanakan oleh Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina. Sedangkan pelaksanaan kegiatan pendataan dan distribusi paket menjadi tugas region-region yang berada di daerah yang pelaksanaannya dikontrakkan kepada pihak ketiga. Dalam melaksanakan program konversi, Pertamina menyiapkan infrastruktur untuk mendistribusikan LPG ke masyarakat antara lain berupa Depot LPG, SPPBE/SPBE, Agen LPG, floating storage, dan tanki. 

Proses bisnis LPG diawali dengan pembelian LPG dari KKKS dan Impor, serta dari Refinery unit untuk disimpan dalam storage/depot dalam kondisi tekanan tinggi. Selanjutnya dari storage/depot, LPG didistribusikan ke filling plant Pertamina/SPPBE/SPPEK/SPBE dengan menggunakan skid tank. Dari filling plant Pertamina/SPPBE/SPPEK/SPBE, LPG didistribusikan ke agen-agen dengan menggunakan truk. Pengangkutan LPG dari depot ke SPBE ditangani oleh Pertamina karena SPBE tidak mempunyai alat angkut/skid tank, sedangkan pengangkutan LPG dari depot ke SPPBE dilakukan oleh pemilik SPPBE dengan mendapatkan fee angkut. Pengangkutan LPG dari SPPBE/SPBE ke agen dilakukan oleh agen dengan menggunakan alat angkut yang dimiliki agen. 

Kementerian ESDM, melalui konsultan yang ditunjuk, melakukan verifikasi atas laporan penyaluran LPG tabung 3 kg yang dilakukan oleh Pertamina. Hasil verifikasi konsultan Kementerian ESDM menunjukkan masih adanya kekurangan pada kegiatan penyaluran LPG tabung 3 kg yang dilakukan oleh Pertamina, antara lain:
1. Kondisi administrasi yang masih buruk untuk tingkat penyalur, antara lain hilangnya
dokumen Surat Pengantar Pengiriman (SPP), yang mengakibatkan proses verifikasi
menjadi terhambat;
2. Kekurangan pada sistem Pertamina seperti masih terdapat DO ganda atau alamat penyalur
belum update;
3. Praktek jual beli DO dan persaingan harga;
4. Sebagian besar penyalur dan SPBE beroperasi di bawah tingkat keekonomian;
5. Biaya transportasi yang tinggi. 

Kebutuhan LPG nasional saat ini telah mencapai 15.000 – 16.000 MT/hari. Untuk memenuhi  kebutuhan tersebut, Pertamina telah melakukan penyediaan, dari dalam negeri seperti Refinery Unit Pertamina, KKKS, dan juga dari kilang swasta, maupun dari luar negeri dengan melakukan impor LPG.

2011 Jan-Okt 2012
Kilang Pertamina803.020,12597.481,49
Kilang Swasta66.470,3561.084,86
KKKS1.409.754,061.374.040,36
KKKS Indonesia1.310.184,121.344.091,16
Mix in Bottles( KKKS Press)99.569,9429.949,20
Total Domestik2.279.244,522.032.606,71
Total Impor2.080.956,842.114.950
Grand4.360.201,364.147.556
% Impor48%51%

Tabel di atas menunjukkan terdapat kecenderungan impor yang semakin meningkat sementara itu realiasi penyediaan domestik cenderung di bawah nilai yang ditetapkan RJPP 2011.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan LPG secara nasional, Pertamina selain bertanggung jawab terhadap penyediaan LPG, juga bertanggung jawab melaksanakan distibusi LPG tersebut. Pemerintah juga mengatur tentang penyediaan dan pendistibusian LPG tersebut, misalnya dalam Permen ESDM No. 26 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquid Petroleum Gas (LPG). Pada pasal 15 Permen tersebut diatur juga tentang kewajiban Badan Usaha (Pertamina) dalam melaksanakan pendistribusian, antara lain adalah menjamin kesinambungan penyaluran LPG pada jaringan distribusi niaganya, misalnya dengan:
1. Memiliki cadangan operasional LPG minimum selama 7 (tujuh) hari untuk LPG Umum yang dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya;
2. Memiliki cadangan kerja minimum selama 3 (tiga) hari dan cadangan operasional minimum selama 8 (delapan) hari untuk LPG Tertentu yang dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya;
3. Menjamin dan memiliki rencana tanggap darurat (emergency response) pasokan dan distribusi LPG yang dapat diimplementasikan dalam jangka waktu 24 jam sejak terjadinya gangguan pasokan yang dapat menyebabkan kegagalan atau ketidaktersediaan LPG Tertentu di suatu Wilayah Distribusi Tertentu; dan
4. Menyediakan, memiliki atau menguasai sarana dan fasilitas niaga LPG. 

Untuk melaksanakan Permen tersebut, Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina menyusun indikator kinerja (Key Performance Indicator) tentang ketahanan stok LPG nasional. Pada periode 2011, dalam KPI VP LPG dan Gas Product diatur mengenai ketahanan stok LPG nasional dengan lama 11 hari (base) dan 15 hari (stretch). Untuk mendukung program pemerintah dalam konversi mitan ke LPG, maka pada tahun 2012, Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina menambahkan indikator kinerja sebagai pendukung ketahanan stok LPG nasional, yaitu SP(P)BE PSO tidak boleh kekurangan stok (stretch). Namun, Pertamina juga mempunyai toleransi sebesar 0,8% (base). Fungsi LPG & Gas Product Pertamina mengupayakan agar SP(P)BE PSO tidak kekurangan stok dengan cara melakukan
pemantauan (monitoring), misalnya di Medan dengan sistem online, SIGAS yang dapat memantau stok yang ada di Region 1 LPG dan Gas Product. Pada periode 2012, terdapat perubahan lama ketahanan stok menjadi 16,5 hari (base) dan 15 hari (stretch). Peningkatan lama ketahanan stok ini dilakukan untuk melaksanakan program pemerintah (Permen ESDM No. 26 Tahun 2009).

Indikator ketahanan stok nasional tersebut diturunkan dari level VP ke Manajer Operasional. Pada level Manajer Operasional, bobot kinerja ketahanan stok LPG nasional merupakan hal yang penting dan mempunyai bobot 16% (2011) dan 15% (2012). Jadi dapat dikatakan bahwa Manajer Operasional atau Bagian Operasional merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjamin ketersediaan LPG secara nasional. 

Pendistribusian LPG Nasional
LPG diperoleh melalui 3 sumber, yaitu kilang Pertamina, KKKS, dan impor. Pola pendistribusian dari ketiga sumber di atas sampai ke depot LPG dilakukan dengan menggunakan kapal yang dapat mengangkut 1.800 MT s.d. 44.000 MT. Pengaturan distribusi LPG ini dilakukan melalui pembuatan master program. Setelah LPG tersebut tiba di depot, maka akan dilanjutkan dengan mendistribusikan ke SP(P)BE melalui skid tank untuk disimpan di tanki timbun SP(P)BE sebelum disalurkan ke agen. Pola distribusi LPG tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. 


Dalam melakukan pendistribusian LPG baik PSO maupun Non PSO, Pertamina membagi
wilayah kerja pendistribusian menjadi 6 wilayah kerja sebagai berikut:
1. Region I untuk wilayah Sumatera bagian utara, Riau dan Sumatera Barat
2. Region II untuk wilayah Sumatera bagian selatan
3. Region III untuk wilayah Jawa bagian barat dan Kalimantan Barat
4. Region IV untuk wilayah Jawa bagian tengah dan DI Yogyakarta
5. Region V untuk wilayah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara
6. Region VI untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua 

LPG PSO adalah khusus untuk LPG tabung 3 kg di mana Pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat. Sedangkan LPG Non PSO adalah LPG tabung 12 kg, 50 kg, 6 kg, LPG Bulk, Ease Gas, dan Propane Refrigerated. Dari sekian banyak jenis LPG Non PSO, komposisi yang paling besar adalah LPG 12 dan 50 kg. Dalam melakukan bisnis LPG 12 dan 50 kg tersebut, Pertamina mengalami kerugian, namun dalam bisnis LPG 3 kg Pertamina mendapatkan keuntungan meskipun secara keseluruhan (PSO versus Non PSO) Pertamina tetap mengalami kerugian.

Biaya Penyediaan dan Disribusi
  1. Raw Material 
  2. Freght Domestic
  3. Custom Duties
  4. Operasi 
  5. Handling & Transportasi:
  • Filling Feed & Handling
  •  Transportasi ke SPPBE
  • Transportasi ke Age
komponen terbesar dari biaya adalah biaya raw material, sedangkan pendapatan per kg jauh berada di bawah biaya raw material tersebut. Biaya raw material terdiri dari harga pembelian impor termasuk biaya angkut pengapalan, produksi kilang, pembelian KKKS. Harga pembelian impor tidak memisahkan antara harga CP Aramco dan biaya angkutnya. Sedangkan biaya perkapalan domestik terdiri dari biaya sewa kapal, biaya pelabuhan, bunker, biaya overhead, dan penyusutan. 

Namun dalam realisasinya master program tidak selalu sama dengan perencanaannya. Beberapa hal yang menyebabkan realisasi berbeda dengan perencanaannya  adalah ukuran tanki penyimpanan belum sinkron dengan kapasitas angkut kapal, mismatch pumping rate kapal dengan piping tanki darat, belum ada sistem informasi terintegrasi yang dapat menyajikan posisi stok di masing-masing depot, fluktuasi jumlah LPG yang dihasilkan RU dan KKKS, serta beberapa kondisi sarana dan fasilitas dermaga yang kurang memadai.

Untuk pengangkutan LPG dari storage/terminal ke depot dilakukan dengan menggunakan Very Large Gas Carier (VLGC), kapal tanker, dan pipa. Sedangkan pengangkutan LPG dari depot ke SPBE/SPPBE dilakukan dengan menggunakan skid tank. Sedangkan sebagai tempat penyimpanan LPG dari sumber supply adalah floating storage dan VLGC. 

Jumlah VLGC yang digunakan sebagai floating storage dan sarana transportasi adalah tiga unit di Teluk Semangka dan satu unit di Kalbut Situbondo. VLGC yang digunakan adalah berupa kapal refrigerated dengan ukuran 56.000 DWT dengan kapasitas angkut sekitar 44.000 Metrik Ton. VLGC tersebut berfungsi sebagai floating storage yang memberikan feed kepada kapal-kapal midle range semi refrigerated (daya tampung 10.000 MT) dan kapal small sized pressurized (daya tampung 1.700 MT) maupun sebagai sarana transportasi pengambilan LPG ke terminal KKKS seperti ke Petrochina Tanjung Jabung, Conoco Belanak, dan LNG Bontang. Saat ini jumlah kapal middle range semi refrigerated adalah 8 unit dan kapal small sized pressurized sejumlah 12 unit. 

Penggunaan VLGC tersebut sebagai floating storage memiliki keunggulan jangka pendek karena dapat menyediakan storage secara cepat. Namun dalam jangka panjang dapat menimbulkan biaya yang besar dalam hal penyewaan dan bunker VLGC. Untuk mengantisipasi besarnya biaya ini, saat ini fungsi LPG & Gas Products akan melakukan pembangunan terminal LPG refrigerated yang digunakan sebagai storage. Dari data Feasibility Study pembangunan terminal refrigerated tersebut diketahui rencana kapasitas terminal adalah sebesar 88.000 metrik ton dengan lokasi di wilayah Banten yang bersebelahan dengan depot Tanjung Sekong. Pembangunan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dan pada saat pemeriksaan dilakukan sudah dalam tahap penyusunan Front End Engineering Design (FEED), namun demikian
penyelesaian FEED yang direncanakan selesai pada Desember 2012 tertunda. Anggaran pembangunan project dalam (ABI- Anggaran Biaya Investasi) tersebut telah dianggarkan pada tahun 2013 (masuk dalam RKAP tahun 2013). Namun saat ini masih terkendala dalam hal penggunaan lahan.

Fasilitas Depot/Terminal LPG dan Penyaluran dari Depot ke SP(P)BE
Depot LPG adalah tempat penyimpanan LPG yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pertamina. Sampai ini, terdapat 17 fasilitas depot/terminal darat yang digunakan untuk pendistribusian LPG. 14 diantaranya dimiliki olah Pertamina, sedangkan 3 lainnya dimiliki oleh swasta yang bekerjasama dengan Pertamina.

Terminal/Depot/LPG(MT)
1. Pangkalan Susu  Sumatera Utara, Region I 6.000
2. Tandem  Sumatera Utara, Region I350
3. Tanjung Uban  Tg Uban, Kep. Riau, Reg I10.000
4. Pulau Layang  Palembang, Sumsel, Reg II225
5. Panjang  Lampung, Region II5000
6. Tanjung Priok  Jakarta, Region III 9,5
7. Tanjung Sekong  Banten10.000
8. JBB Ancol  Ancol, Region III 5.000
9. Balongan  Balongan, Region III1.575
10. Eretan Swasta Eretan, Indramayu, Reg III 10.000
11. Cilacap  Cilacap, Jateng, Reg IV 300
12. Semarang Swasta Tg Mas, Jateng, Reg IV 10.000
13. Tanjung Perak  Surabaya, Jatim, Reg V 8.000
14. TT Manggis  Bali, Region V 3.000
15. Gresik Swasta Gresik, Jatim, Reg V 10.000
16. Balikpapan  Balikpapan, Kaltim, Reg VI 2.500
17. Makasar  Makasar, Sulsel, Reg VI2.500
Jumlah93.950

Selain terminal pressurized, Pertamina juga memiliki fasilitas darat untuk menampung LPG refrigerated yang berlokasi di Depot Tanjung Uban dengan kapasitas Propane 38.000 MT, dan Butane 50.000 MT. Namun LPG Refrigerated ini harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu untuk mengembalikannya ke dalam bentuk LPG Pressurized sehingga mencapai suhu normal. Semua tanki timbun di LPG Filling Plant Pertamina ataupun di SP(P)BE digunakan untuk menyimpan LPG pressurized. LPG pressurized inilah yang dipasarkan oleh Pertamina, baik untuk rumah tangga,  omersial ataupun industri. 

Selain menggunakan fasilitas di darat, Pertamina juga menyewa 4 VLGC yang berfungsi sebagai storage dan transportir LPG. Satu VLGC memiliki kapasitas storage sebanyak 40.000 MT (20.000 MT Propane dan 20.000 MT Butane). 

LPG yang telah disimpan di dalam tanki timbun depot akan disalurkan ke agen dan masyarakat melalui skid tank setelah diisi ke dalam tabung. Skid tank ini bisa dimiliki oleh SPBE maupun oleh transportir dengan mendapatkan kompensasi berupa transport fee dari Pertamina. Besaran transport fee diatur dalam SK Direktur Pemasaran dan Niaga No. Kpts008/F00000/2011-S3 tanggal 25 Januari 2011. Di samping mendapatkan transport fee, SPPBE juga mendapatkan filling fee yang besarannya ditetapkan oleh Pertamina. 

Penyaluran SPBE/SPPBE ke Agen LPG
Rantai proses distribusi LPG selanjutnya adalah proses pendistribusian LPG dari storage/depot ke filling plant Pertamina/SPBE/SPPBE dengan menggunakan skid tank. Dari filling plant Pertamina/SPBE/SPPBE ini selanjutnya LPG didistribusikan dalam bentuk kemasan kepada agen LPG dengan menggunakan truk. 


Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) dan Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Elpiji(SPPBE) adalah stasiun yang bertujuan untuk menerima/mengangkut/menyimpan/mengisi LPG ke dalam tabung yang telah diisi LPG kepada Agen LPG dan pihak ketiga lainnya yang telah ditunjuk oleh Pertamina dan memiliki LO dalam rangka memenuhi kebutuhan LPG masyarakat serta melayani dan menyerahkan LPG.
Agen LPG adalah suatu badan usaha yang ditunjuk oleh Pertamina untuk membeli LPG dari Pertamina, mengambil LPG tersebut dari supply point yang telah ditetapkan oleh Pertamina, dan menjual kembali LPG tersebut ke dalam bentuk tabung sesuai dengan ketentuan harga yang ditetapkan oleh Pertamina.
Sebagai pembayaran atas jasa digunakan SPBE, Pertamina akan membayar kepada SPBE berupa filling fee. Sedangkan kepada SPPBE, Pertamina akan membayar berupa filling fee dan transport fee. Filling fee adalah imbalan yang diberikan oleh Pertamina kepada SPBE/SPPBE sehubungan dengan jasa pengisian LPG ke dalam tabung yang diserahkan oleh Agen LPG dan pihak ketiga lainnya yang telah ditunjuk oleh Pertamina dan memiliki LO dengan menggunakan fasilitas SPBE/SPPBE. Transportation fee adalah imbalan yang diberikan oleh Pertamina kepada SPPBE sehubungan dengan jasa pengangkutan LPG yang dilaksanakan oleh SPPBE dari supply point ke lokasi SPPBE, dengan menggunakan sarana pengangkutan SPPBE. 

Filling fee dan transportation fee dibayarkan kepada SPBE/SPPBE berdasarkan SK Direktur Pemasaran dan Niaga NO. Kpts-064/F00000/2010-S3 tanggal 12 Agustus 2010 tentang Penetapan Filling Fee & Transport Fee SPPBE/SPBE.

Sedangkan sebagai pembayaran atas jasa agen LPG, Pertamina akan membayar kepada Agen LPG berupa margin agen. Pengangkutan LPG dari SPPBE/SPBE ke agen LPG dilakukan oleh agen dengan menggunakan alat angkut yang dimiliki agen. Besarnya margin agen sesuai dengan besaran yang terdapat dalam SK Penetapan Harga Jual Direktur Pemasaran dan Niaga sebagai berikut: 
a. SK No. Kpts-066/F00000/2009-S3 tanggal 23 Oktober 2009 tentang Harga Jual LPG Kemasan Tabung 3 Kg. 
b. SK No. Kpts-057/F00000/2009-S3 tanggal 1 Oktober 2009 tentang Harga Jual Elpiji Kemasan Tabung 12 Kg.
c. SK No. Kpts-141/F00000/2012-S3 tanggal 1 tentang Harga Jual Elpiji Kemasan Tabung50 Kg. 

Saat ini total jumlah SPBE/SPPBE/SPPEK di seluruh Region adalah 467 dan agen LPG sejumlah 3154, dengan rincian sebagai berikut: 
Region Jumlah SPBE/SPPBE Jumlah Agen
3 Kg12 & 50 Kg3 Kg12 & 50 Kg
13513298132
220825350
314632883139
4741137583
58119536104
61810204104
Jumlah374932549612

Penyediaan dan Pemeliharaan tabung
Penyediaan tabung LPG oleh Pertamina dilakukan secara terpusat melalui kontrak dengan Pabrikan. Tabung dari Pabrikan didistribusikan ke setiap region sesuai dengan permintaan kebutuhan tabung dari masing-masing region tersebut. Pengadaan tabung LPG 3 kg tahun 2011 sebanyak 1.765.439 tabung sedangkan tahun 2012 (Januari s.d. Juni 2012) sebanyak 470.000 tabung. Sedangkan untuk tabung LPG 12 dan 50 kg selama tahun 2011 dan 2012 tidak ada pengadaan dikarenakan jumlah tabung yang beredar masih mencukupi. 
Untuk penerimaan Tabung LPG baru dari pabrikan sebelum dilakukan pengisian LPG terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kualitas tabung sesuai dengan standar SNI. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan dokumen serah terima barang termasuk seluruh dokumen hasil pembuatan dan pengujian yang dikerjakan oleh pabrik termasuk sertifikat material dan kualifikasi personil dan sertifikat kalibrasi, pemeriksaan visual bagian luar tabung mencakup kondisi cat dan pemeriksaan tabung dari adanya kerusakan selama proses pengiriman, pemeriksaan dimensi tabung termasuk berat tabung, pemeriksaan penandaan/marking tabung, dan pemeriksaan kebocoran. 
Atas tabung-tabung yang telah beredar dimasyarakat tersebut dilakukan pemeliharaan oleh Pertamina melalui bengkel pemeliharaan tabung/retester. Jumlah Retester yang terdaftar di Pertamina tahun 2011 untuk Tabung 3 kg sebanyak 37 retester dan untuk 12 dan 50 kg sebanyak 21 retester, sedangkan tahun 2012 retester untuk Tabung 3 kg sebanyak 85 retester dan untuk 12 dan 50 kg sebanyak 61 retester. 


Untuk seluruh tabung setelah dilakukan pemeliharaan diberikan penandaan/marking untuk informasi berupa tanggal pemeriksaan dan tanggal pemeriksaan berkala berikutnya. Sedangkan untuk tabung-tabung yang bocor dan rusak hasil dari pemeliharaan retester dilakukan penanganan berupa pendataan ke Pertamina Region untuk dilakukan penukaran kepada pabrikan

Atas jasa retester melakukan pemeliharaan tabung 3 kg, 12 kg dan 50 kg, setiap bulan retester tersebut mengajukan permintaan pembayaran kepada Pertamina dengan melampirkan dokumen tagihan/invoice, kuitansi bermaterai, faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Asli SPP pada bulan periode pekerjaan, bukti pembelian material cat dari Vendor List Pertamina dan bukti pekerjaan berupa daftar tabung yang telah dilakukan retest, repaint maupun retest dan berita acara lapangan. Atas pengajuan pembayaran tersebut Pertamina melakukan pemeriksaan dokumen pengajuan, setelah semua sesuai baru dilakukan pembayaran oleh Pertamina. 

 Keterangan Tarif Pemeliharaan (Pertabung)
 3 kg 12 kg 50 kg
a Test Tabung dan Pengecatan11.43012.92028.060
- Tanpa plate Balancer
b Test Tabung tanpa Pengecatan4.3604.6608.800
- Tanpa Plate balancer
c Cat ulang tabung tanpa test10.53011.37525.350
- Tanpa plate balancer
d Test Valve bocor Rp 2.975 Rp 5.890
e Test Tabung hasil afkir Rp 2.470 Rp 4.060Rp.6630
f Ganti foot ring tabung LPG17.67533.145
- Tanpa plate balancer
g Las Body tabung LPG yang bocor LPG13.36527.320
- Tanpa Plate Balancer
h Pasang hand guard Rp 27.110
i Tambahan Balancer Rp 2.740 
 Penanganan Material
Tabung LPG merupakan tabung bertekanan yang terbuat dari pelat baja dan memiliki katup tabung yang digunakan untuk menyimpan LPG. Katup tabung (valve) berfungsi sebagai penyalur dan pengaman gas LPG. Tabung-tabung dengan katup yang tidak berfungsi harus dipisahkan ke tempat yang aman untuk penggantian. 
Retester melaporkan valve yang rusak dan memerlukan penggantian ke Manager LPG & Gas Products Region. Manager Region akan mengirimkan Memorandum ke Operation Manager untuk menerbitkan Product Transfer untuk penggantian valve yang rusak. Berdasarkan Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala Tabung LPG Departemen ESDM, valve harus dilakukan penggantian dengan yang baru setiap 5 (lima) tahun sekali. Valve dinyatakan memenuhi persyaratan, bilamana telah lulus dari: 
1. Pemeriksaan visual 
2. Uji kebocoran (tekanan uji 18,6 kg/cm2 )
3. Uji tekanan katup mulai membuka pada tekanan 375 psi (2,59 Mpa) dengan toleransi 10% 
4. Uji tekanan katup menutup penuh pada tekanan tidak kurang dari 257 psi (1,77 Mpa) 
5. Valve yang tidak lulus uji dinyatakan tidak layak pakai. 

Gudang
Gudang digunakan untuk penyimpanan material konversi minyak tanah ke LPG maupun tabung LPG ukuran 3 kg, 12 kg, 50 kg serta barang-barang lain milik Pertamina. Gudang yang digunakan merupakan bangunan milik Pertamina maupun menyewa dari pihak kedua. Gudang yang disewa harus memiliki kriteria sebagai berikut: bangunan permanen, ventilasi bagus, beratap seng, dinding tembok, berlantai cor, dan akses jalan masuk lancar serta bisa dilalui truk pengangkut material.